Kali ini saya akan membawakan sebuah sudut pandang yang cukup unik, yaitu bagaimana seorang imam mendesain pengalaman salat jemaahnya. Saya telah banyak melihat beberapa imam salat dari berbagai latar belakang di masjid yang berbeda. Inilah yang saya pelajari.
Saya beberapa kali menghadapi situasi di mana para jemaah merasa kagok saat ingin mengatakan amin setelah imam selesai membaca alfatihah. Secara intuitif jemaah akan berusaha mengikuti suara/nada imam, terutama ucapan waladhdhalin-nya imam;
- Ketika suara imam terlalu nge-bass, yang mana sulit diikuti oleh kebanyakan jemaah, maka kita akan mendengar suara amin jemaah malah jadi tidak enak didengar alias sumbang.
- Ketika suara imam terlalu rendah, jemaah bisa merasa kurang semangat mengatakan amin yang kadang mengakibatkan hanya sebagian jemaah yang pada akhir terdengar aminnya.
- Ketika nada imam terlalu meliuk-liuk, tidak jarang jemaah agak merasa bersalah dalam menjawabnya.
- Ketika nada imam terlalu datar (yang tidak enak), antar jemaah bisa saling "sikut" dan menimbulkan suara/nada amin yang sama sekali tidak selaras.
Yang biasa dilakukan oleh para imam adalah mengubah suara/nadanya sendiri, terutama ucapan waladhdhalin-nya pada rakaat kedua. (Situasi-situasi di atas memang sulit dijelaskan, karena tidak jarang ketika terjadi kombinasi tertentu maka situasi pun berubah sama sekali. Saya masih kesulitan mendeskripsikan polanya).
Pada waktu lain, misalnya beberapa rakaat sebelum witir, seorang imam yang melihat jemaahnya sudah mulai ngantuk akan berinisiatif meninggikan suaranya secara keseluruhan dan kadang mengganti nada-nada bacanya (tidak jarang bahkan sang imam akan menggantinya tiap rakaat atau tiap dua rakaat).
Begitu pula ketika suasana di sekitar masjid menjadi berisik, banyak anak kecil yang menangis, atau ketika speaker masjid melemah, para imam tidak akan segan untuk meninggikan suara bacaannya. Sebaliknya, ketika barisan jemaahnya lebih sedikit dari biasanya, suasana sekitar sedang hening sekali, atau ketika sampai pada bacaan semisal "Dan mereka berkata, 'Allah mempunyai anak.'", maka para imam akan berinisiatif untuk merendahkan suaranya.
Beberapa imam akan mengganti-ganti irama bacaannya sesuai dengan ayat-ayat yang sedang dibacanya. Irama bacaan untuk ayat-ayat tentang surga akan berbeda dengan irama untuk ayat-ayat tentang neraka. Tidak lain dan tidak bukan untuk menciptakan suasana yang lebih ngena. (Saya tidak sedang merekomendasikan praktik ini ataupun mengomentari praktik ini).
Pada beberapa kesempatan, para imam akan menyesuaikan irama bacaan alfatihahnya sesuai dengan topik khutbahnya, yang mana hal ini akan membuat pengalaman jumatan menjadi lebih syahdu.
Ada kalanya beberapa imam akan mengganti qiraah alfatihahnya untuk beberapa rakaat. Saya tidak tahu niatnya, tapi ada efek samping positifnya yaitu jemaah bisa kembali fokus lagi. Saya pikir mungkin mencontoh praktik dalam surat alfatihah ketika kata-kata ganti orang ketiga berganti dengan kata-kata ganti orang pertama setelah beberapa ayat. (Saya tidak sedang merekomendasikan praktik ini ataupun mengomentari praktik ini).
Saya melihat beberapa imam akan mulai memegangi/mengangkat mikrofon yang sedang kurang sensitif selama mereka berdiri dan menjauhkannya ketika mikrofonnya tiba-tiba menjadi terlalu sensitif (sehingga suara tarikan napas, batuk, dan gesekan-gesekan pakaian tidak lagi terdengar jelas).
Ketika para imam membaca bacaan yang pendek, mereka tidak segan untuk sedari awal menaik-turunkan bacaannya. Namun ketika mereka ingin membaca bacaan yang cukup panjang, mereka akan memulai dengan irama yang agak datar (sehingga para jemaah bisa lebih menikmati bacaannya lebih lama dan sang imam tidak akan terlalu cepat kelelahan).
Beberapa imam memiliki nafas yang relatif pendek, sehingga mereka suka memotong-motong ayat menjadi pendek-pendek. Sayangnya kalau terlalu banyak pengulangan bagian-bagian ayat sebelumnya (sebagai akibat dari praktik waqaf dan ibtida) akan membangun kesan bahwa bacaan sang imam terlalu lambat untuk dinikmati. Kadang praktik waqaf dan ibtida yang tidak umum justru malah menimbulkan perpecahan antar jemaah.
Tidak jarang saya menemukan beberapa imam menghentikan bacaannya agak lama dari biasanya untuk memberikan waktu bagi dirinya untuk memulihkan napasnya. Sayangnya, jemaah yang tidak biasa dengan praktik ini kadang malah mengira bahwa sang imam sedang lupa bacaan selanjutnya, sehingga si jemaah tersebut akan berinisiatif mencoba memberikan sang imam tersebut beberapa petunjuk. Solusinya adalah para imam perlu melatih napasnya supaya bisa sedikit lebih panjang atau mengaturnya lebih efisien.
Para imam tidak hanya peduli dengan bacaannya ketika berdiri, namun juga peduli terhadap hal-hal lain. Seperti seberapa panjang bacaan allahuakbar sehingga para jemaah tidak terlalu lama menunggu untuk ikut sujud. Beberapa imam saya temui memendekkan bacaan allahuakbar terakhirnya sebelum duduk tasyahud akhir untuk menghindari jemaah yang kurang fokus berinisiatif untuk langsung berdiri lagi atau memberikan petunjuk bagi jemaah yang ketinggalan beberapa rakaat.
Para imam juga peduli seberapa lama mereka bangkit dari rukuk supaya jemaah yang baru sampai di pintu masjid masih kebagiaan rakaat namun tidak sampai membuat jemaah lainnya menunggu terlalu lama. Mereka juga akan mengumumkan ketika melakukan doa qunut witir sehingga jemaah tamu tidak langsung sujud. Juga akan mewanti-wanti jemaahnya ketika sang imam ingin membaca ayat sujud tilawah.
Setelah mempelajari dari banyak kesempatan, saya jadi paham bahwa untuk menciptakan pengalaman salat yang lebih khusyuk, syahdu, dan menyenangkan (sehingga jemaah tidak kepikiran untuk kabur, bahkan merasa kangen untuk salat di masjid), banyak hal yang ternyata sangat diperhatikan oleh para imam.
Desain dan prosesnya secara umum bisa kita temukan di mana-mana, bahkan memenuhi keseharian kita. Beberapa ahli menyimpulkan desain yang baik itu adalah desain yang seringnya tidak orang-orang disadari. Tidak hanya itu, desain yang bagus seringnya terasa membosankan. Namun ketika yang membosankan itu hilang, kita justru akan melihat jumlah tiket komplain melonjak secara tiba-tiba. Untuk bisa menciptakan desain yang bagus, tidak ada cara lain selain berusaha memahami orang lain.